Kasus Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan Berasrama

Filesatu.co.id,  Jakarta | FSGI Ungkap Kasus Kekerasan Seksual Dalam catatan FSGI sepanjang 2024, kasus kekerasan di lembaga pendidikan berasrama kembali terjadi di sekolah berasrama.

Kali ini terjadi di tiga Pondok pesantren, yaitu:                                                              (1) Pondok Pesantren MTI di Kabupaten Agam (Sumatera Barat) dengan anak korban mencapai 40 satri dan dua pelaku oknum pendidik, salah satunya pengasuh asrama. Modusnya, anak korban dipanggil ke kamar pelaku untuk memijat yang kemudian anak korban dicabuli.

Bacaan Lainnya

(2) Pondok Pesantren AI di Kabupaten Karawang (Jawa Barat) dengan anak korban mencapai 20 santriwati dan pelaku adalah pengasuh/guru. Modusnya adalah memberi sanksi santriwati dengan membuka pakaian dan diraba payudaranya saat sedang mengaji.

Seharusnya, pendisiplinan dilakukan oleh guru perempuan/ustadzah jika santriwati dan sanksi harusnya yang mendidik bukan merendahkan dan melecehkan.

Pelaku sempat memberikan klarifikasi di media bahwa tidak ada kekerasan seksual di lembaga pendidikannya, namun setelah itu pelaku malah buron, kemungkinan pelaku melarikan diri setelah mengetahui ada pelaporan ke pihak kepolisian.

(3) Pondok Pesantren di Dukun, Kabupaten Gresik (Jawa Timur) dengan satu anak korban yang merupakan santriwati di Ponpes tersebut yang dititipkan pemerintah daerah untuk melanjutkan pendidikan setelah mengalami kekerasan seksual dari tetangganya tahun 2021 ketika berusia 13 tahun. Namun, saat dititipkan di Ponpes ini diduga kuat malah mendapatkan kekerasan seksual dari pelaku yang merupakan Kyai yang juga pendidik di Ponpes tersebut. Kasus dalam proses penyelidikan oleh kepolisian.

Terkait peristiwa memilukan itu, FSGI mengecam tindak kekerasan seksual pada anak yang terjadi di lembaga pendidikan.

“FSGI mendukung kepolisian memproses kasus-kasus kekerasan seksual terhadap anak dan mengingatkan penggunaan UU Perlindungan Anak. Ketika pelaku adalah guru/pendidik/pengasuh, maka hukuman dapat diperberat 1/3 karena pendidik merupakan orang terdekat korban,” kata Heru.

Pihaknya meminta pelaku harus dihukum maksimal atau seberat beratnya sesuai peraturan perundangan. Korban juga dipastikan mendapatkan hak pemulihan psikologi serta restitusi.

“FSGI mendorong Kemenag bertindak tegas terhadap satuan pendidikan di bawah kewenangannya sesuai peraturan perundangan. Jangan berhenti di situ saja, Kemenag harus segera mengevaluasi satuan pendidikan tersebut,” ujarnya.

“Juga memastikan anak-anak terlindungi, dan terpenuhi hak atas pendidikannya, juga pemulihan psikologinya. Harus difasilitasi dicarikan satuan pendidikan lain ketika korban hendak pindah/mutasi karena trauma,” tambah Heru.

Selanjutnya, FSGI mendorong Kemenag segera mensosialisasikan secara masif Peraturan Menteri Agama No.73/2022 tentang pencegahan dan penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama.

“Aturan yang bagus, jika tak dipahami maka tidak dapat diimplementasikan. Salah satu hal penting yang harus diimplementasikan adalah penyediaan kanal pengaduan daring dan luring yang mampu melindungi korban dan saksi,” pungkasnya.

 

Laporan  : Benthar

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *