Filesatu.co.id, Kabupaten Malang | Setelah konflik pembayaran beban operasional antara PDAM Tirta Kanjuruhan dan PDAM Tugu Tirta sempat memanas, kesepakatan bersama telah dicapai kedua belah pihak.
Kesepakatan tersebut dibuat saat kedua Perumda yang mengelola dan memanfaatkan sumber air bertemu dan melakukan rapat bersama ditingkat Propinsi Jawa Timur, Selasa (13/9/2022).
Terdapat 3 poin yang tertuang dalam kesepakatan tersebut. Intinya bahwa Perumda Tugu Tirta Kota Malang akan membayar biaya operasional atas pemanfaatan air minum curah yang digunakan setelah mendapatkan Legal Assitance dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.
Selain itu Perumda Tirta Kanjuruhan dan Perumda Tugu Tirta bersepakat untuk melanjutkan kerjasama pemanfaatan air baku Sumber Pitu dengan mekanisme B to B (Bussiness to Bussiness). Hal tersebut juga sambil menunggu penyusunan Perjanjian Kerjasama dan Legal Opinion dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.
Direktur Utama Perumda Tugu Tirta, M. Nor Muhlas saat dihubungi media ini membenarkan kesepakatan tersebut. Namun dirinya juga menyebut bahwa persoalan konservasi dan tanggung jawab sosial tidak menjadi pembahasan kedua belah pihak.
“Fokus pembahasan adalah apakah kerjasama ini dilanjutkan atau tidak, kalau dilanjutkan kami harus membayar berapa dan dimana, dan caranya bagaimana?,” ujar Muhlas Dirut Perumda Tugu Tirta.
Ditambahkan olehnya sebenarnya Perumda Tugu Tirta Kota Malang bukan tidak mau membayar beban biaya operasional, namun karena ada kekosongan aturan yang menyebabkan hal ini terjadi.
“Kami harus ada landasan hukum yang memerintahkan kita. Karena ketika itu, kami belum membayar disebabkan ada kevakuman hukum akibat perjanjian yang telah habis masa berlakunya,” kata Nor Muhlas.
Seperti telah diberitakan sebelumnya, telah terjadi penyegelan terhadap tandon air PDAM yang dilakukan oleh warga atas nama Forum Penyelamat Sumber Pitu, Senin, (12/9/2022).
Terdapat 5 poin tuntutan yang menjadi fokus perjuangan Forum Penyelamat Sumber Pitu. Antara lain, menolak eksploitasi Sumber Pitu untuk kepentingan komersil PDAM Kota Malang semata, juga mengkaji ulang ambang batas eksploitasi Sumber Pitu dengan debit yang tidak merugikan petani di 11 desa.
Selain itu mereka juga menuntut supaya dibuat solusi alternatif bagi petani dan masyarakat yang menggunakan sumber air secara konvensional di aliran kali Lajing dari hulu hingga hilir.
Akedemisi Universitas Brawijaya Dr. Ahmad Imron Rozuli. SE. M.si, memberikan komentar atas konflik dua PDAM di Malang.
Menurutnya dua Perumda pengelolaan air perlu memiliki konsen bagi konservasi dan tanggung jawab sosial bagi warga sekitar sumber air.
“Nah, kesepakatan yang terjadi antara dua PDAM semestinya harus melibatkan unsur desa. Karena desa memiliki otonomi pengelolaan dan juga perlu upaya mempertahankan sumber airnya bagi kemanfaatan sektor pertanian,”ujar dosen pengajar Fisip Universitas Brawijaya kepada Media ini.
Selain itu Dr. Ahmad Imron berpandangan bahwa kesepakatan yang terjadi masih pada tataran B to B, namun fasilitas bagi masyarakat belum jelas.
Laporan : Roni Agustinus