Filesatu.co.id, Denpasar – Bali | Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumam), Cahyo R. Muzhar mengatakan Senior Law Officials’ Meeting on ASEAN Extradition Treaty (9th ASLOM WG on AET) merupakan forum pertemuan berkala para pejabat tinggi negara-negara anggota ASEAN yang menjadi negara pihak (state party) dalam Perjanjian Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana atau Mutual Legal Assistance in Criminal Matters Treaty (MLA Treaty).
Tahun ini Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan (SOM-MLAT) dan 9th ASEAN Senior Law Officials’ Meeting on ASEAN Extradition Treaty (9th ASLOM WG on AET), yang akan diselenggarakan secara back-to-back di Denpasar, Bali pada tanggal 29 April-3 Mei 2024.
“MLA Treaty menjadi instrumen hukum yang begitu penting bagi negara-negara anggota ASEAN untuk memperkuat upaya dan kapasitas pelaksanaan kerja sama hukum lintas dalam memerangi tindak pidana yang membutuhkan keterlibatan atau bantuan dari otoritas di negara ASEAN lainnya,” kata Cahyo saat membuka pertemuan The 3rd SOM-MLAT, Senin (29/04/24).
Dia mengungkapkan, MLA Treaty negara-negara ASEAN dapat digunakan sebagai alat yang efektif dalam membantu proses pengumpulan bukti-bukti maupun melakukan perampasan aset atas tindak pidana transnasional di bidang keuangan, seperti misalnya korupsi dan pencucian uang.
“Melalui MLA Treaty akan membantu proses bagi negara-negara ASEAN dalam menyelesaikan tindak pidana transnasional di bidang keuangan maupun melakukan perampasan aset hasil kejahatan korupsi atau pencucian uang,” ungkapnya.
Selain itu, SOM-MLAT tahun ini akan berfokus pada hal-hal yang diamanatkan dalam pertemuan-pertemuan sebelumnya yaitu mengenai template MLA request yang workable atau dapat digunakan jika dikirimkan oleh negara peminta bantuan minimal 80% sudah memenuhi syarat.
“Kita make sure template ini sudah dapat bisa langsung digunakan sepanjang sudah memenuhi syarat dari segi informasinya yang ada di Mutual Legal Assistance (MLA) request yaitu sebanyak 80%, dan jangan sampai ada benturan hukum nasional,” ujarnya.
Lebih jauh Cahyo menambahkan, selama ini negara-negara ASEAN merasa kesulitan menegosiasikan MLA dan AET karena adanya perbedaan sistem hukum antarnegara.
“Ini merupakan tantangan yang harus kita jembatani dalam diskusi yang akan dilakukan termasuk kesulitan yang sering dihadapi adanya perbedaan template dari negara diminta dan negara yang meminta,” tandasnya.
Perjanjian ekstradisi ASEAN, lanjut dia, akan menjadi kerangka hukum dan landasan bagi negara-negara ASEAN untuk saling menyerahkan pelaku tindak pidana, terdakwa dan terpidana yang melarikan diri dari satu negara ASEAN ke negara ASEAN lainnya.
Sehingga, negara-negara ASEAN akan sepakat untuk mengintensifkan negosiasi agar teks perjanjian ekstradisi ASEAN dapat diselesaikan pada tahun 2024 ini.
Laporan : Benthar