Filesatu.co.id, BATURAJA | DEWAN Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) mengungkap praktik gelap di balik gemerlap tempat hiburan malam. Rabu (23/07/25) siang, Pansus 1 dan Pansus 3 DPRD OKU menuntut tindakan tegas Pemkab, khususnya terkait rapat pembahasan Raperda Pertanggungjawaban APBD (RPPA) TA 2024.
Investigasi DPRD menunjukkan, banyak tempat hiburan malam di Bumi Sebimbing Sekundang melanggar berbagai ketentuan. Pelanggaran mencakup izin bermasalah, pengemplangan pajak, hingga jam operasional yang melampaui batas.
Ironisnya, meski bisnis hiburan malam menggeliat, kontribusinya terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) justru sangat minim. DPRD menemukan kejanggalan serius: perizinan tempat-tempat ini dibikin gelap gulita oleh OPD terkait.
Akibatnya, Pansus DPRD OKU mengancam tidak akan melanjutkan pembahasan RPPA TA 2024. Mereka mensyaratkan adanya tindakan nyata Pemkab OKU atas persoalan ini.
“Banyak yang izinnya bermasalah, pajak diemplang, dan melanggar jam operasional. Namun, PAD kita tidak meningkat. Yang ada, pengelola hiburan malam hanya mau bayar pajak 10 persen. Padahal, Perda dan kota lain menetapkan pajak hiburan 40 persen. Ini bagaimana?!” kecam MS Tito, usai rapat lintas Pansus (1 dan 3) bersama OPD terkait.
Tito menjelaskan, Pansus meminta seluruh OPD terkait menyusun resume evaluasi mengenai tempat hiburan malam. Misalnya, Bapenda harus merinci pembayaran pajak yang tidak sesuai, mengingat mereka sudah bekerjasama dengan Kejaksaan.
“Kami yakin setiap OPD memiliki catatan kesalahan. Mereka tinggal membuat resume,” ungkap Tito. Resume ini akan diserahkan kepada Satuan Polisi Pamong Praja (Sat Pol PP) sebagai penegak Perda, lalu diteruskan ke Pansus.
“Kita akan tunggu dan lihat langkah apa yang akan Sat Pol PP ambil. Sebagai penegak Perda, mereka harus bertindak. Jika perlu ditutup, ya tutup saja. Pansus tidak akan melanjutkan pembahasan RPPA sebelum ada tindakan nyata terkait persoalan hiburan malam ini,” tegasnya.
Di tempat terpisah, Ketua Pansus 3, Densi Hermanto, menyatakan kekecewaannya terhadap OPD perizinan di OKU. Tempat hiburan malam yang disebut berizin, nyatanya banyak melanggar. Bahkan, mereka menyalahi peruntukan izin kegiatan.
Contohnya, mereka menjual minuman beralkohol lebih dari 5 persen dan tidak memiliki izin untuk menyediakan tempat berjoget dengan DJ. “Bisa disimpulkan, perizinan hiburan malam di OKU ini gelap gulita. Katanya ada izin, tapi melanggar,” kritik Densi.
DPRD menyoroti empat tempat hiburan yang terang-terangan melanggar ketentuan: Royal (Djoker), Mang Cipit (MC), HaYe, dan Lucky Karouke. Parahnya lagi, kontribusi PAD dari tempat-tempat ini sangat minim, bahkan tidak masuk akal. Rata-rata hanya menyumbang Rp 5 juta per bulan.
“Artinya, jika kita kalkulasikan, OKU hanya mendapat Rp 60 juta per tahun. Padahal, pemasukan per malam saja mencapai puluhan juta, murni dari pengunjung,” timpal anggota DPRD OKU lainnya, Yeri Ferliansyah.
Menurut Yeri, seharusnya tempat hiburan malam itu bisa menyumbang PAD OKU minimal Rp 70 juta per bulan. Dengan demikian, potensi pendapatan tahunan dari satu tempat hiburan malam bisa mencapai lebih dari Rp 700 juta. “Ini angka wajar untuk penerimaan PAD OKU, karena kami sudah melakukan sidak menyeluruh di empat tempat tersebut,” tandasnya. ***



