Filesatu.co.id, Gianyar | Penyedia layanan wisata helikopter Bali Helitour dituntut kompensasi oleh dua korban kecelakaan helikopter di Banjar Suluban, Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung.
Pada kesempatan tersebut, Kuasa hukum Korban, Togar Situmorang mengatakan, korban Russell James Harris dan Eloira Decti Paskillah sempat bertemu dengan perusahaan dari Bali Helitour, PT Indo Aviasi Perkasa di Hotel Kampi, Kelurahan Legian, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Kamis, 1/8/2024.
Dalam pertemuan tersebut, perusahaan berjanji akan segera menyelesaikan segala urusan.
Tak hanya itu, Togar Situmorang juga menanti pernyataan dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) sebelum akhirnya mengambil langkah hukum selanjutnya.
Pada kesempatan tersebut,
Russel dan Paskillah dihadirkan dalam konferensi pers yang digelar Togar Situmorang.
Saat konferensi pers, tampak Russell menggunakan kruk dan Paskillah menggunakan penyangga leher.
Akibat kecelakaan helikopter Bali Helitour, Paskillah membeberkan soal cedera yang dideritanya dan kondisi sedang tidak baik-baik saja.
Dipaparkan pula, bawah kondisi Paskillah yang rutin mendatangi rumah sakit dua kali dalam sepekan. Namun, khusus Paskillah mendapat perawatan satu kali dalam sepekan guna menjalani perawatan mental akibat trauma. “Jadi, saya tiga kali dalam seminggu ke rumah sakit,” tegasnya.
Disisi lain, Russell dan Paskillah juga menyampaikan tuntutan kompensasi yang diinginkan, yang salah satunya ganti rugi ponsel. Sebab, ponsel milik Paskillah dinyatakan hilang, saat peristiwa kecelakaan.
“Pada saat pertemuan, dia minta karena HP hilang pada kejadian, sudah di-okein sama salah satu yang hadir itu, besok kirim HP, ternyata tidak ada realisasi,” kata Togar Situmorang, dalam konferensi pers di kantornya, Senin, 19/8/2024.
Tak hanya ponsel, kliennya juga meminta, agar disiapkan tempat tinggal sementara dekat rumah sakit tempat menjalani rawat jalan.
Hal tersebut diketahui, Russell dan Paskillah menjalani rawat jalan di Rumah Sakit (RS) Siloam, Badung.
Menurutnya, tempat tinggal sementara ini dibutuhkan demi kepentingan pemulihan kliennya.
Bahkan, disebutkan situasi lalu lintas di seputar Hotel Kampi, yang tempat kliennya tinggal saat ini, sangat padat.
“Mereka ingin tempat yang tenang, aman, nyaman. Ini tidak dapat. Bahkan, satu kamar harus diisi sama anaknya juga. Bagaimana klien kami bisa good healthy, cepat recovery kalau terbebani hal-hal berisik. Anaknya di situ. Ini psikologi,” tambahnya.
Namun, Togar enggan membeberkan nominal besaran kompensasi yang diminta dalam bentuk uang, karena berbicara besaran kompensasi menyangkut soal etika.
Meski demikian, dipastikan besaran kompensasi telah disampaikan kepada perusahaan, saat pertemuan, Kamis, 1 Agustus 2024.
“Itu besaran kompensasi, kami tidak bisa bicara, itu etika. Kalau kami sebut jumlah angka, pro dan kontra muncul. Sampai saat ini belum ada terpenuhi, hanya dibalas jawaban,” ungkapnya.
Namun, tuntutan kompensasi, justru dibalas surat oleh perusahaan. Anehnya, perusahaan meminta rincian pengeluaran kliennya dalam satu bulan.
Ditambah lagi, perusahaan menanyakan pekerjaan dari kliennya hingga struk pengeluaran untuk makan.
Pertanyaan tersebut, dikatakan Togar dari perusahaan tersebut tak etis dan berlebihan, sebab, penentuan besaran kompensasi merupakan hak dari kliennya.
“Menurut kami terlalu lebai. Diminta detailnya. Masak diminta pengeluaran per bulan detailnya. Kalau makan, bonnya mana. Yang jelas ada request yang sudah dimintakan. Yang namanya kompensasi, hak itu kan ada di kliennya kami menentukan besar kecilnya,” pungkasnya.
Laporan : Benthar