Filesatu.co.id, Saradan | Untuk mendongkrak pendapatan perusahaan dari sektor hasil hutan bukan kayu (HHBK), Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Saradan melakukan peningkatan usaha. Upaya tersebut salah satunya adalah bidang agroforestry. Terdapat beberapa program agroforestry dari Management Perhutani antara lain Agroforestry Porang Mandiri (APM), Agroforestry Tebu Mandiri (ATM) dan ada juga Agroforestry dari komoditi palawija. Program tersebut telah terjalin kerjasama masyarakat sekitar hutan yang tergabung dalam Lembaga Masyarakat Sekitar Hutan (LMDH) yang merupakan mitra kerja Perhutani KPH Saradan.
Secara kontekstual, Agroforestry adalah suatu system pengelolaan lahan hutan secara intensif dengan mengkombinasikan tanaman kehutanan dan tanaman pertanian. Hal ini bertujuan agar diperoleh hasil yang maksimal dari pengelolaan hutan tersebut. Tentunya, dengan tidak mengesampingkan aspek konservasi lahan serta budidaya praktis masyarakat masyarakat lokal sekitar hutan.
Agroforestri sebagai salah satu sistem dalam program Perhutanan social (PS) yang dicanangkan Kementerian LHK sejak tahun 2016 lalu, dinilai mampu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan. Selain itu, sekaligus memperkuat sistem ketahanan pangan di tengah masa pandemi Covid-19.
Dengan adanya kegiatan agroforestry terbukti mampu menciptakan lapangan pekerjaan, salah satunya adalah kebutuhan masyarakat akan lahan baik untuk bercocok tanam maupun memperoleh kesempatan meningkatkan perekonomian.
Kerjasama agroforestry antara Perum Perhutani yang dengan masyarakat sekitar hutan (LMDH) dalam pemanfaatan kawasan hutan tersebut tentu ada kewajiban yang harus dibayar oleh masyarakat, yakni pembayaran berupa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Hal tersebut sudah tertuang dalam peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Nomor 64 tahun 2017 tentang kebijakan Agroforestry.
Ketentuan tentang hak dan kewajiban antara Perhutani dengan LMDH sudah tercantum secara detail dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS) Agroforestry. Dalam PKS tersebut juga tercantum Berita Acara (BA) kesepakatan tentang petak-petak yang kerjasamakan, analisa perhitungan kewajiban PNBP dan nilai sharing atau bagi hasil produksi yang harus dibayar oleh LMDH.
Seperti disampaikan Administratur KPH Saradan Rumhayati mengatakan bahwa kerjasama antara Perhutani dengan LMDH sudah terjalin sejak tahun 2001. Oleh karena itu, terkait sharing produksi juga didasari dengan Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang mengatur tentang hak dan kewajiban.
”Kerjasama agroforestry antara Perhutani dengan LMDH sudah berjalan sejak tahun 2001 yakni pemanfaatan lahan dibawah tegakan (PLDT), semua petak yang kita kerjasamakan dengan LMDH tentu saja sudah kita tuangkan dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang berisi objek yang dikerjasamakan, analisa usaha, hak dan kewajiban dan lain-lain yang kita jadikan dasar untuk memungut PNBP dan nilai sharing produksi agroforestry,” ujar Rumhayati, Minggu (24/04/2022).
Rumhayati menegaskan bahwa sharing produksi bukan pungli. Dalam kerjasama antara Perhutani dan LMDH, diberlakukan sharing produksi dilaksanakan melalui mekanisme yang berlaku di Perhutani.
”Dengan adanya Perjanjian Kerja Sama (PKS) Agroforestry antara Perhutani dengan LMDH yang ditandatangani oleh Administratur Perhutani KPH Saradan dan Ketua LMDH dalam kerjasama pengelolaan sumberdaya hutan di bidang agroforestry ini sifatnya sah serta legal dan tidak ada pungutan liar, pungutan sharing dilaksanakan melalui mekanisme dan pedoman kerja yang berlaku di Perum Perhutani,” tegas Rumhayati.