Filesatu.co.id, Blitar | LSM Gerakan Pembaharuan Indonesia (GPI) menyatakan tetap mengawal kasus sewa rumah dinas (rumdin) pejabat wakil bupati (wabup) Blitar, sampai tuntas.
Hal ini diungkapkan saat GPI melakukan aksi kepung Pendopo Ronggo Hadinegoro (RHN) pada Senin 23 September 2024.
“Dari awal kami yang menyuarakan soal kasus sewa rumdin Wabup Blitar. Saat ini, kasus itu masih berjalan sampai tingkat penyelidikan. Kami akan kawal terus, bahkan sampai Kejaksaan Agung pun tetap kami kawal,” kata Ketua LSM GPI, Jaka Prasetya.
Menurut Jaka, dalam kasus sewa rumdin Wabup Blitar, telah memenuhi dia unsur, yaitu perbuatan melawan hukum dan terjadinya kerugian negara. Jaka mencontohkan Perpres No 11 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengadaan, Penetapan Status, Pengalihan Status, dan Pengalihan Hak Atas Rumah Negara
“Dalam Pasal 3 ayat 1 tertulis bahwa pengadaan rumah negara dilakukan dengan cara pembangunan, pembelian, tukar menukar, dan hibah. Tidak ada disebutkan sewa disitu. Jelas itu sudah merupakan satu perbuatan melawan hukum,” bebernya.
“Lalu adanya temuan dari Inspektorat bahwa diduga terjadi kerugian negara dari sewa rumdin tersebut, sekitar Rp 417 juta sekian. Jadi sudah terpenuhi kedua unsur tersebut. Makanya, kami akan kawal terus kasus ini,” sambungnya.
Dalam aksi tersebut, Jaka berorasi meminta Pendopo RHN harus kembali pada kesakralannya. GPI menuding, Pendopo RHN selama ini telah dikuasai oleh orang-orang tak berkepentingan, yang berasal dari luar Kabupaten Blitar.
GPI juga menyebut orang-orang tersebutlah yang diduga mengatur proyek-proyek dalam lingkup Pemkab Blitar, dan mengatur jalannya pemerintahan untuk kepentingan segelintir golongan.
“Oleh karena itu kami meminta Pemkab Blitar mengembalikan kesakralan Pendopo RHN. Jangan sampai kami, warga Blitar asli malah dianggap gedibal (jongos). Pendopo ini punya masyarakat Blitar, dibangun oleh leluhur Blitar. Jangan biarkan orang luar yang tidak berkepentingan, seenak jidat menginjak-injak apa yang dimiliki masyarakat Blitar,” ujarnya.
Pada kesempatan ini, GPI juga mendesak masuk ke dalam Pendopo RHN. Namun, hal itu dicegah oleh perwakilan Pemkab Blitar yang ada, dengan dalih menjaga kesakralan pendopo.
“Kenapa kami tidak boleh masuk dengan alasan menjaga kesakralan. Justru kami ingin menjaga kesakralan pendopo dari orang-orang gak jelas, yang selama ini bebas keluar masuk, dan menginjak-injak harga diri masyarakat Kabupaten Blitar,” tegas Jaka.
Setelah perdebatan yang alot antara massa GPI dan perwakilan Pemkab Blitar. Akhirnya, untuk menghindari bentrok dengan aparat kepolisian yang menjaga, massa GPI akhirnya mengurungkan niatnya.
“Yang penting pesan kami sudah tersampaikan. Kalau sampai nanti saya dapat informasi kalau orang-orang itu masih bebas keluar masuk seenaknya, kami akan datang lagi. Tanpa negosiasi, kami akan masuk,” pungkas Jaka.
Sementara itu, Plt Asisten 1 Pemerintahan Kabupaten Blitar, Rully Wahyu Prasetyowanto menyebut Pemkab Blitar selalu bekerja secara profesional dan sesuai kode etik. Dia menyebut aspirasi yang disampaikan GPI akan menjadi catatan dan kritik membangun penerintahan yang lebih baik lagi.
“Aspirasi dari teman-teman GPI sudah kami catat dan akan kami sampaikan ke pimpinan. Kamk terbuka dan tidak anti kritik. Pendopo ini pun tiap harinya digunakan untuk kegiatan masyarakat. Yang pasti, kami selalu bekerja secara profesional dan sesuai kode etik,” pungkas Rully. (Pram).