Filesatu.co.id, Banyuwangi | Kasus putus sekolah di kabupaten Banyuwangi sepertinya terbilang masih cukup tinggi, di tahun 2022 saja total ada 4.834 siswa di Banyuwangi yang putus sekolah.
Banyaknya kasus tersebut sontak membuat heran dan mendapat sorotan dari wakil rakyat Banyuwangi Khusnan Abadi Sekretaris Komisi IV DPRD Banyuwangi terhadap dunia pendidikan.
Bahkan catatan data putus sekolah di kecamatan Muncar menduduki angka paling tinggi hingga mencapai 459 siswa, kecamatan Genteng mencapai 408 siswa, Kecamatan Wongsorejo 372 siswa dan Kecamatan Kalibaru 263 siswa.
Dengan adanya kasus tersebut pihaknya merasakan ada yang kurang pas jika dibanding capaian capaian berbagai penghargaan yang didapatkan termasuk anggaran untuk mengelola pendidikan cukup tinggi.
Menyikapi hal itu, keterangan dari Dinas pendidikan, perkara tersebut justru masih akan dikoordinasikan dengan stakeholder lainnya. Lantaran angka putus sekolah tidak hanya di sekolah negeri, di sekolah swasta kasus serupa juga banyak ditemui.
“Katanya mau dikoordinasikan dengan lintas instansi. Proporsi kasus antara negeri dan swasta sama banyaknya,” katanya kepada wartawan.
Atas kasus tersebut Dewan mendesak eksekutif untuk lebih serius dalam mendorong laju sektor pendidikan. Apa yang terjadi saat ini, perlu menjadi evaluasi besar-besaran oleh eksekutif.
“Angka itu harus turun dengan anggaran yang sudah disepakati, dengan banyaknya penghargaan yang diraih harusnya sejalan dengan kenyataan di lapangan,” ungkapnya.
Selain itu, lanjut Khusnan, tidak hanya terkait putus sekolah, Dispendik harus mampu menangani kasus kekerasan seksual yang sedang marak terjadi di sekolah sekolah.
“Jumlah kekerasan seksual dalam tiga bulan terakhir masih cukup banyak, kami minta serius ke Dispendik terkait kasus kekerasan seksual tidak terjadi,” imbuhnya.
Sementara dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Banyuwangi Suratno dengan adanya persoalan tersebut pihak Dinas pendidikan juga terus berupaya untuk menekan dan solusi agar kasus tersebut bisa berkurang dengan menguatkan program zero drop out dan program Afirmasi.
“Hal ini guna menekan kecenderungan anak putus sekolah, kepala sekolah dan bapak ibu guru, terus kami dorong sejauh mungkin mempertahankan anak-anak yang sudah drop out agar kembali ke sekolah,” katanya.
Selain itu, lanjut Suratno, jika kendalanya biaya bisa dientaskan melalui berbagai program Afirmasi yang dimiliki Dinas Pendidikan. Diantaranya Garda Ampuh, Siswa Asuh Siswa maupun Sekolah Asuh Sekolah (SAS), Program Indonesia Pintar (PIP), uang saku, dan program uang transport, biaya hidup, Bidik misi daerah dan beasiswa mahasiswa berprestasi dari keluarga kurang mampu
“Bagi yang masih sekolah tentu terus dimotivasi, kalau ada anak-anak yang rentan putus sekolah segera dilakukan penanganan. Walaupun terpaksa anak keluar dari pendidikan formal, juga tetap kita minta didampingi, minimal bisa melanjutkan ke kejar paket A, B, dan C.
“Program ini bisa akselerasi, lebih fleksibel, bermuatan vokasi, ” pungkasnya,”