Profesor Timbul, Wedar Adab Istiadat Sopan Santun Tosan Aji

Filesatu.co.id,  Kabupaten Malang | Ungkapan Ibu Bumi Bopo Angkoso tidak asing dalam khasanah pergaulan dan kehidupan sosial di masyarakat kita, terutama masyarakat jawa. Ibu Bumi Bopo Angkoso merupakan konsep dalam budaya jawa yang menggambarkan kesuburan, keharmonisan, kedamaian, keseimbangan, dan juga penggambaran berputarnya serta keberlanjutan kehidupan. Ibu Bumi Bopo Angkoso dalam masyarakat jawa juga erat hubungannya dengan terciptanya atau lahirnya sebuah karya budaya.

Bacaan Lainnya

Lingga yoni, Bopo Biyung, kanan kiri, atas bawah timur barat adalah keharmonisan yang selalu menyertai pengetahuan masyarakat Jawa dalam menjalani kehidupan yang punya nilai nilai adi luhung Ibu Bumi Bopo Angkoso. Pemaparan panjang nan “mentes” tentang budaya jawa ini mengalir secara gamblang oleh Prof. Dr. KRT Timbul Haryono M. Sc dalam acara Sema’an Tosan Aji “Tradisi dan Teknologi” yang diinisiasi oleh Paguyupan Bawarasa Surya Aji, bertempat di Warung Marisukakoi dusun Leses Desa Ngijo, Karang Ploso Kabupaten Malang. Minggu (21/8/2022).

Acara diskusi ini diawali dengan tampilan tari beskalan putri yang ditarikan Nila Maharani
dari Sanggar Seni Liswa Jagadhita desa Kepuharjo Karangploso Kabupaten Malang. Sebuah tarian yang mencirikan seni tradisi asli Malang. “literatur tentang tarian ini saya jumpai sejak tahun 1930 di buku Ludruk yang ditulis Belanda” ungkap Adi Kurniawan selaku pemimpin sanggar Liswajagadhita yang juga anggota paguyupan Bawarasa Surya Aji.

Sema’an Tosan Aji yang di moderatori Romo Kristanto Budiprabowo malam itu merupakan awal Paguyupan Bawarasa Surya Aji dalam membuka ruang ruang diskusi budaya di Malang Raya. Joko Laksono Putro salah satu anggota paguyupan yang lainnya menyampaikan Sema’an Tosan Aji ini akan rutin dilakukan bersamaan dengan Sabtu legian (jawa). Joko mengungkapkan bahwa kata Sema’an sengaja di pakai karena ingin beda dengan yang lain. Selain itu kata Joko Sema’an memang punya arti mempelajari, menyimak, yang kerap digunakan santri dalam kegiatan belajar di pesantren.

Gemerincing gongseng dan derap tanjekan kaki Beskalan Putri oleh Duta Pemuda Kota Malang 2022 telah usai, diskusipun dimulai. Romo Kristanto Budiprabowo langsung menyapa audien yang hadir dengan salam khas arek Malang, Salam Satu Jiwa yang langsung disambut oleh semua audien yang hadir, AREMA.

Romo Kristanto atau yang lebih familier dipanggil Romo Tatok pun kembali memperkenalkan pemateri malam itu, yang lebih di kenal sebutan Prof Timbul.

Prof timbul mendapatkan pin paguyupan Bawarasa Surya Aji yang langsung di pasangkan oleh ketua paguyupan

“Pak Profesor ini biasanya lebih terkenal dipanggil Profesor Timbul gitu, tapi sebenarnya itu nama kecil, tadi saya sudah tanya Profesor Timbul itu nama kecil. Kalau lengkapnya sekarang Profesor Hariono Hadiningrat dan didepannya itu sudah KP ya, Kanjeng Pangeran” terang Romo Tatok yang malam itu mengenakan batik dan berudeng.

Setelah pengenalan singkat tentang sosok pemateri, diskusi pun di buka secara gembira oleh suami dari Bu Charlotte  ini dengan mempersilahkan waktu pada Prof. Dr. KRT Timbul Haryono M. Sc.

Profesor Timbul yang duduk ditengah diapit oleh  moderator dan Hasan Efendi ST Ketua Paguyupan Bawarasa Surya Aji, langsung membuka Sema’an dengan pemaparan seni budaya tradisi tosan aji. Dirinya memulainya dengan menjelaskan toto kromo adab sopan santun dalam tosan aji.

Banyak kandungan makna hingga filosovi Tosan Aji yang diwedar dan jabarkan Profesor Timbul dalam giat Sema’an malam itu. Kondisi sosial masyarakat bisa di lihat dari cara mengenakan keris atau ageman oleh pemiliknya. Profesor Timbul mengisahkan bila di masa masa perang semua orang akan mengenakan keris di samping, atau di apit (kempit/jawa).

“Saat masa siaga perang, keris di kempit disebelah kiri, sedangkan masa damai keris di sebelah kanan, atau di belakang” papar Prof Timbul dengan bahasa jawa alusan.

Hal itu menurut prof timbul adalah salah satu adab sopan santun didalam memperlakukan Tosan Aji. Selain itu dahulu ketika Keris menjadi satu bagian dari senjata, masyarakat jawa sudah memperlakukan dengan adab sopan santun. Hanya kalangan pemuka Agama yang mengenakan keris di depan.

“Pemuka agama adalah wujud sosok manusia yang telah jauh dari hal keduniawian, maka memakai keris di depan, bukannya mau berperang, tapi sudah tidak berfikiran dunia” lanjutnya tetap dengan bahasa jawa.

Konsep ibu bumi bopo angkasa hingga mamunggaling kawulo gusti di jabarkan dengan sederhana. Yang mana para audien bisa lebih mudah mencerna dan memahami kontek tosan aji secara gamblang. Acara sema’an Tosan Aji yang selesai pukul 22.00 wib ini, profesor Timbul banyak menjabarkan dunia tosan aji, dari tradisi hingga teknologinya.

Audien Sema’an ini banyak di hadiri oleh para Penggiat tosan aji, anggota paguyupan Bawarasa Surya Aji, dan terlihat juga H.Mahdi Maulana, Owner Warung Marisukakoi yang sekaligus kepala desa Ngijo dan juga ketua MWC Lesbumi Karangploso. Mereka memenuhi salah satu pendopo yang ada di Warung Marisukakoi ini. Dengan lesehan dan bersila para audien yang kebanyakan laki laki ini menyimak hingga diskusi berakhir

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *