Filesatu.co.id, Blitar | Debat calon Bupati dan Wakil Bupati Blitar yang berlangsung di Hall Kampung Coklat, Desa Plosorejo Kecamatan Kademangan, berubah menjadi ajang kontroversi setelah Pasangan Calon (Paslon) 01 memutuskan untuk walk out.
Acara yang diharapkan menjadi momen penting bagi masyarakat untuk mendalami visi-misi dan program kerja masing-masing calon, justru berakhir dengan kekecewaan publik.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Blitar mendapat sorotan tajam atas ketidaktegasan dan ketidakmampuannya dalam mengelola situasi yang berlangsung memanas tersebut. Senin (04/11/2024).
Debat Publik yang diselenggarakan adalah wahana atau tempat yang disediakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk masing-masing pasangan calon Kepala Daerah untuk menyampaikan Visi dan Misinya.
Setiap pasangan calon wajib menyampaikan visi misi itu kepada KPU secara tertulis untuk diumumkan di media yang difasilitasi oleh KPU agar masyarakat mengetahui gagasan apa, atau rencana apa yang akan dilakukan jika mereka nanti terpilih sebagai Bupati atau wakil Bupati nantinya.
Ketua Pemenangan Tim 02 (Rini-Ghoni) M. Rifa’i menyampaikan bahwa, Dokumen visi-misi itulah nantinya sebagai dasar Pemerintahan yang baru dalam menyusun RPJMD atau Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah selama lima tahun kedepan sesuai periode Bupati dan Wakil Bupati terpilih akan menjabat nantinya.
“Dokumen RPJMD tidak boleh melenceng dari visi-misi, karena itulah janji politik kepada rakyat. Dalam debat calon itu, baik pertama maupun kedua, masing-masing pasangan diberi hak yang sama untuk memanfaatkan alat teknologi yang disediakan oleh KPU dalam menyampaikan program, maupun strategi program yang akan dilakukan oleh pasangan calon, tertulis maupun tidak, tergantung pada kesiapan masing-masing pasangan calon,” ungkap M. Rifa’i yang juga menjabat wakil ketua DPRD kabupaten Blitar ini.
M. Rifa’i menyampaikan bahwa, pasangan Rini-Ghoni sudah menyampaikan dokumen visi – misi itu kepada KPU secara tertulis. Sebagai wujud kita memiliki kesiapan maksimal dalam setiap tahapan yang diselenggarakan oleh KPU.
“Kita memahami substansi debat publik itu adalah forum akademik yang diselenggarakan oleh KPU. Sebagai forum akademik ada pemaparan dari masing masing pasangan calon, dan ada panelis dari lembaga akademik dari Perguruan Tinggi yang telah ditunjuk oleh KPU,” jelas Rifa’i.
Rifa’i juga menyampaikan bahwa, Fungsi panelis yang didatangkan KPU dari elemen akademisi dan profesional itu untuk menguji masing-masing pasangan calon seberapa dalam visi-misi itu, seberapa akurat data yang disampaikan dalam rencana program yang ingin dicapai dalam lima tahun kedepan jika terpilih sebagai Bupati dan wakil Bupati nantinya.
“Jika penyampaian rencana program itu tidak boleh ditampilkan dalam bentuk data visual, bagaimana rakyat bisa menilai rencana program kerja dan memilih calon pemimpin yang diinginkan nantinya,” tandas Rifa’i.
Hal senada disampaikan oleh Ketua PPI Mujianto bahwa, Ketegasan dan profesionalisme KPU sangat penting sebagai penyelenggara dalam memastikan, bahwa setiap paslon memiliki kesempatan yang setara untuk menyampaikan program kerja mereka tanpa gangguan.
“Sehingga, pada debat berikutnya, masyarakat bisa menyaksikan pemaparan yang lebih substansial dan konstruktif, tanpa harus terganggu oleh perdebatan teknis atau menganggap salah satu pihak melanggar aturan,” ungkap Mujianto.
Mujianto melanjutkan bahwa, Beberapa pihak berharap agar KPU lebih tegas dalam menjaga ketertiban dan konsisten dalam menerapkan aturan, terutama dalam debat publik yang melibatkan kepentingan masyarakat luas.
“Diharapkan, evaluasi ketat terhadap tata tertib dan mekanisme pelaksanaan debat akan dilakukan, serta adanya komitmen dari pihak KPU untuk menghadirkan debat yang lebih tertib dan berorientasi pada pemaparan program kerja,” pungkas Mujianto.(Pram).